Deskripsi
:
Tari serimpi
Tari
serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa Tengah. Tari klasik sendiri mempunyai arti sebuah tarian yang telah mencapai kristalisasi keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak zaman masyarakat feodal serta lahir dan tumbuh di kalangan istana.[3]
Kebudayaan tari yang sudah banyak dipentaskan
ini memiliki gerak gemulai yang menggambarkan
kesopanan, kehalusan budi, serta kelemah lembutan yang ditunjukkan dari gerakan
yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan.[4][5] Tari serimpi Jawa ini dinilai
mempunyai kemiripan dengan tari
Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan
gerak para penari.
Sejak
dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan
tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral. Dulu tari ini hanya boleh
dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton. Serimpi memiliki tingkat
kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan
raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.
Dalam
pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya,
melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja. Adapun iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan
lagu tembang-tembang Jawa.
Serimpi
sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya durasi waktu
pementasan. Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan
menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat.
Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi
kurang lebih 60 menit.
Selain
waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi
pakaian.[12]
Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan kepala berupa bulu burung kasuari.
1.
TARI SERIMPI RENGGOWATI
Pagelaran Tari Serimpi Renggawati
Tarian
Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung. Untuk Kesultanan Surakarta,
Serimpi digolongkan menjadi Serimpi Anglir
Mendung dan Serimpi Bondan. Salah satu jenis tari Serimpi yang
lain adalah Serimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah
dengan satu penari sebagai putri Renggawati.Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkena kutukan menjadi burung Mliwis. Dia akan dapat kembali ke wujud semula
jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (putri
Renggawati). Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian
yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah
kebahagiaan.
Di
luar tembok keraton, ada tari Serimpi yang juga
ditarikan oleh lima penari, yakni Serimpi Lima.
Tari ini berkembang di wilayah pedesaan, yakni di tengah-tengah
masyarakat desa Ngadireso, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa
Timur. Di desa Ngadireso, Serimpi akan
digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses pembersihan diri yang bertujuan
untuk menghilangkan nasib buruk serta aura negatif dalam diri seseorang yang
dilakukan dengan cara tertentu. Adapun ruwatan yang
dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni ruwatan yang dilakukan untuk
menyelamatkan atau melindungi seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makananan Bethara Kala. Meskipun begitu, Serimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan sakral. Serimpi Lima merupakan
wujud dari gagasan dan aktivitas masyarakat pemiliknya. Keberadaannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural karena dalam lingkungan etnik, perilaku mempunyai wewenang yang amat besar
dalam menentukan keberadaan kesenian termasuk tari tradisional.
2. Sejarah dan filosofi
Kemunculan
tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan
Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646. Tarian ini dianggap
sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan
kenaikan tahta sultan. Pada tahun 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta Perpecahan ini berimbas pada tari
Serimpi sehingga terjadi perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih
sama. Tari ini muncul di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820. Dan mulai tahun 1920-an dan
seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta karawitan Krida Beksa Wirama. Setelah Indonesia merdeka, tari ini kemudian juga
diajarkan di akademi-akademi seni tari dan karawitan pemerintah, baik di Solo maupun di Yogyakarta.
Awalnya
tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu pengertian,
yakni calon pengganti raja. Namun, Serimpi sendiri juga mempunyai arti perempuan. Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama serimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi.
Maksudnya adalah ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4
hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.
Mahabarata, salah satu kisah yang
diabadikan dalam tari Serimpi.
Kemudian
terkait dengan komposisinya, menurut Kanjeng
Brongtodiningrat,
komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata
angin atau
empat unsur dari dunia yakni: Grama ( api), Angin ( udara), Toya (air), Bumi ( tanah). Komposisinya yang terdiri dari empat orang
tersebut membentuk segi
empat yang
melambangkan tiang pendopo. Adapun yang digambarkan dalam
pagelaran tari serimpi adalah perangnya pahlawan-pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata, Ramayana, sejarah Jawa dan yang lain atau dapat juga
dikatakan sebagai tarian yang mengisahkan pertempuran yang dilambangkan dalam dua kubu (satu kubu berarti terdiri dari dua
penari) yang terlibat dalam suatu peperangan. Tema yang ditampilkan pada tari
Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian
antara dua Hal. yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, serta
antara akal manusia dan nafsunya. Keempat penarinya biasanya
berperan sebagai Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Sri
Sultan Hamengkubuwana VII, penggagas tari Serimpi bersenjatakan pistol.
Tema
perang dalam tari Serimpi menurut Raden
Mas Wisnu Wardhana,
merupakan penggambaran falsafah hidup ketimuran. Peperangan dalam
tari Serimpi merupakan simbol pertarungan yang tak kunjung habis
antara kebaikan dan kejahatan. Bahkan tari Serimpi dalam mengekspresikan
gerakan tari perang terlihat lebih jelas karena
dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan
bantuan properti tari berupa senjata.[14] Senjata yang digunakan dalam tari
ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam perisak), dan tombak pendek. Pada zaman pemerintahan Sri
Sultan Hamengkubuwana VII,
yaitu pada abad ke-19, ada pula tari Serimpi yang senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.
Pertunjukkan
tari asal Jawa Tengah ini biasanya berada di awal acara karena berfungsi
sebagai tari pembuka, selain itu, tari ini terkadang juga ditampilkan ketika
ada pementasan wayang orang. Sampai sekarang tari Serimpi masih
dianggap sebagai seni yang adhiluhung serta merupakan pusaka keraton.
3.
JENIS ATAU
GENRE TARI
Berdasarkan
fungsinya tari serimpi rengggowati termasuk tari sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton sebagai ritual kenegaraan hingga
peringatan Naik Takhta Sultan. dan tari tersebut dibawakan oleh penari yang masih suci
sambil membawa tiruan merpati putih. Tari ini tidak boleh dipentaskan dalam
keadaan halangan (haid).
Berdasarkan konsep garapan, tari
tersebut termasuk tari tradisional yang klasik. Karena tumbuh dan berkembang
dikalangan bangsawan / di istana.
Berdasarkan jumlah penyaji termasuk
tari kelompok.
4.
FUNGSI TARI
sebagai ritual
kenegaraan hingga peringatan Naik Takhta Sultan.
5. NILAI ESTETIS
Mengekspresikan
gerakan tari perang lebih terlihat jelas karena dilakukan dengan gerakan yang
sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan dibantu
properti tari berupa senjata.
6. UNSUR-UNSUR TARI
·
Tema : Menceritakan
pertemuan prabu Anggling Dharmo dengan dewi Renggowati, yang merupakan titisan
dari dewi Setyowati.
·
Penari : Tari serimpi
ditarikan oleh 5 orang wanita, dengan usia muda (belum haid). Yakni ada
seseorang yang berperan sebagai renggowati dan yang empat lainnya berperan
sebagai pengawal.
·
Gerak : Gerakan tangan dengan melipat ibu
jari dan membiarkan empat jemari lainnya terbuka rapat. Sementara itu jari
tangan yang lainnya akan dirapatkan antara telunjuk dengan ibu jari, sehingga
membentuk gelungan tangan yang terlihat lentik. Gerakan tersebut hadir dalam
jenis tari putri maupun tari putra. Sekilas kesan yang didapat tidak hanya
lentik tetapi juga tegas. Sebuah kombinasi antara kekuatan dan kelembutan.
·
Tata rias : untuk tata
riasnya, mereka menata rambutnya dengan cara digelung. Sebagai hiasan kepala,
mereka juga mengenakan hiasan berjumbai dari bulu burung kasuari.
·
Iringan : pola iringan tari serimpi
adalah gendhing sabrangan untuk perjalanan keluar dan masuknya penari dibarengi
bunyi music tiup dan gendering dengan pukulan irama khusus. Pada bagian tarinya
mempergunakan gendhing-gendhing tengahan atau gendhing ageng yang berkelanjutan
irama ketuk 4, kemudian masuk ke gendhing ladrang kemudian ayak-ayak beserta
srebegannya khusus untuk iringan perang. Berdasarkan sumber bunyinya termasuk
jenis iringan eksternal.
·
Busana : Kostum
yang digunakan adalah kostum pengantin puteri Kraton Yogyakarta yakni dengan
dodotan dan gelung bokor sebagai motif hiasan kepala. Namun seiring
perkembangan jaman telah beralih menggunakan “kain seredan” dan baju tanpa
lengan.
·
Tempat dan waktu pertunjukan : tari ini
dipentaskan di tempat tertentu yaitu Keraton, karena berdasarkan fungsinya
termasuk tari upacara sebagai ritual kenegaraan. Pertunjukkannya berlangsung
selama ¾ jam sampai 1 jam. Sehingga orang yang menontonnya seperti dibawa kea
lam lain, alam mimpi.
·
Properti : Boneka burung
belibis dan keris
sebagai senjata.
KRITIK TARI
SRIMPI RENGGOWATI
Kesesuaian
dengan unsur :
Temannya menarik, karena menceritakan tentang
pertemuan antara Prabu Anggling Dharmo yang menjadi seekor belibis putih dengan
Dewi Renggowati. Gerakkannya yang lentik dan durasi yang lama bisa membuat
orang seperti berada di alam lain, yakni alam mimpi. Penarinya masih anak-anak
yang belum menstruasi. Busana yang digunakan sederhana dan warnanya tidak
terlalu mencolok. Tata riasnya unik dengan rambut digelung dan dihiasi hiasan
berjumbai dari bulu burung kasuari. Menggunakan iringan musik gending Tetawa.
Properti yang digunakan sederhana hanya tiruan burung belibis.
Kelemahan :
Durasinya terlalu lama, karena bisa membuat orang yang
menontonnya mengantuk. Mungkin tari renggowati bisa dipentaskan tidak hanya
dikerajaan pada saat ada hajatan tetapi mungkin dapat dipentaskan ditengah”
masyarakat.
Memiliki
gerakan yang lentik serta mempunyai kesan kelembutan dan ketegasan. Meskipun
dengan tampilan yang sederhana tetapi mempunyai kesan yang mewah karena di
pentaskan di kerajaan.
terimakasih infonya
BalasHapus