Rabu, 11 Maret 2015

diskripsi tari srimpi



Deskripsi :
Tari serimpi
Tari serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa Tengah. Tari klasik sendiri mempunyai arti sebuah tarian yang telah mencapai kristalisasi keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak zaman masyarakat feodal serta lahir dan tumbuh di kalangan istana.[3]
Kebudayaan tari yang sudah banyak dipentaskan ini memiliki gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemah lembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan.[4][5] Tari serimpi Jawa ini dinilai mempunyai kemiripan dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak para penari.
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral. Dulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton. Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.
Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja. Adapun iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.
Serimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya durasi waktu pementasan. Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat. Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.
Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi pakaian.[12] Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan kepala berupa bulu burung kasuari.



1.    TARI SERIMPI RENGGOWATI

Pagelaran Tari Serimpi Renggawati
Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung. Untuk Kesultanan Surakarta, Serimpi digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan. Salah satu jenis tari Serimpi yang lain adalah Serimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu penari sebagai putri Renggawati.Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkena kutukan menjadi burung Mliwis. Dia akan dapat kembali ke wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (putri Renggawati). Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah kebahagiaan.
Di luar tembok keraton, ada tari Serimpi yang juga ditarikan oleh lima penari, yakni Serimpi Lima. Tari ini berkembang di wilayah pedesaan, yakni di tengah-tengah masyarakat desa Ngadireso, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa Timur. Di desa Ngadireso, Serimpi akan digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses pembersihan diri yang bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk serta aura negatif dalam diri seseorang yang dilakukan dengan cara tertentu. Adapun ruwatan yang dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni ruwatan yang dilakukan untuk menyelamatkan atau melindungi seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makananan Bethara Kala. Meskipun begitu, Serimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan sakral. Serimpi Lima merupakan wujud dari gagasan dan aktivitas masyarakat pemiliknya. Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural karena dalam lingkungan etnik, perilaku mempunyai wewenang yang amat besar dalam menentukan keberadaan kesenian termasuk tari tradisional.




2. Sejarah dan filosofi
 
Kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646. Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan kenaikan tahta sultan. Pada tahun 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta Perpecahan ini berimbas pada tari Serimpi sehingga terjadi perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih sama. Tari ini muncul di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820. Dan mulai tahun 1920-an dan seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta karawitan Krida Beksa Wirama. Setelah Indonesia merdeka, tari ini kemudian juga diajarkan di akademi-akademi seni tari dan karawitan pemerintah, baik di Solo maupun di Yogyakarta.
Awalnya tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu pengertian, yakni calon pengganti raja. Namun, Serimpi sendiri juga mempunyai arti perempuan. Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama serimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi.  Maksudnya adalah ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.
Mahabarata, salah satu kisah yang diabadikan dalam tari Serimpi.
Kemudian terkait dengan komposisinya, menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yakni: Grama ( api), Angin ( udara), Toya (air), Bumi ( tanah). Komposisinya yang terdiri dari empat orang tersebut membentuk segi empat yang melambangkan tiang pendopo. Adapun yang digambarkan dalam pagelaran tari serimpi adalah perangnya pahlawan-pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata, Ramayana, sejarah Jawa dan yang lain atau dapat juga dikatakan sebagai tarian yang mengisahkan pertempuran yang dilambangkan dalam dua kubu (satu kubu berarti terdiri dari dua penari) yang terlibat dalam suatu peperangan. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua Hal. yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, serta antara akal manusia dan nafsunya. Keempat penarinya biasanya berperan sebagai Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Sri Sultan Hamengkubuwana VII, penggagas tari Serimpi bersenjatakan pistol.
Tema perang dalam tari Serimpi menurut Raden Mas Wisnu Wardhana, merupakan penggambaran falsafah hidup ketimuran. Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbol pertarungan yang tak kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan. Bahkan tari Serimpi dalam mengekspresikan gerakan tari perang terlihat lebih jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan bantuan properti tari berupa senjata.[14] Senjata yang digunakan dalam tari ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam perisak), dan tombak pendek. Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana VII, yaitu pada abad ke-19, ada pula tari Serimpi yang senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.
Pertunjukkan tari asal Jawa Tengah ini biasanya berada di awal acara karena berfungsi sebagai tari pembuka, selain itu, tari ini terkadang juga ditampilkan ketika ada pementasan wayang orang. Sampai sekarang tari Serimpi masih dianggap sebagai seni yang adhiluhung serta merupakan pusaka keraton.


3.   JENIS ATAU GENRE TARI
Berdasarkan fungsinya tari serimpi rengggowati termasuk tari sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton sebagai ritual kenegaraan hingga peringatan Naik Takhta Sultan. dan tari tersebut dibawakan oleh penari yang masih suci sambil membawa tiruan merpati putih. Tari ini tidak boleh dipentaskan dalam keadaan halangan (haid).
Berdasarkan konsep garapan, tari tersebut termasuk tari tradisional yang klasik. Karena tumbuh dan berkembang dikalangan bangsawan / di istana.
Berdasarkan jumlah penyaji termasuk tari kelompok.

4.   FUNGSI TARI

sebagai ritual kenegaraan hingga peringatan Naik Takhta Sultan.

5.   NILAI ESTETIS

Mengekspresikan gerakan tari perang lebih terlihat jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan dibantu properti tari berupa senjata.
6.   UNSUR-UNSUR TARI

·         Tema               : Menceritakan pertemuan prabu Anggling Dharmo dengan dewi Renggowati, yang merupakan titisan dari dewi Setyowati.

·         Penari              : Tari serimpi ditarikan oleh 5 orang wanita, dengan usia muda (belum haid). Yakni ada seseorang yang berperan sebagai renggowati dan yang empat lainnya berperan sebagai pengawal.

·         Gerak : Gerakan tangan dengan melipat ibu jari dan membiarkan empat jemari lainnya terbuka rapat. Sementara itu jari tangan yang lainnya akan dirapatkan antara telunjuk dengan ibu jari, sehingga membentuk gelungan tangan yang terlihat lentik. Gerakan tersebut hadir dalam jenis tari putri maupun tari putra. Sekilas kesan yang didapat tidak hanya lentik tetapi juga tegas. Sebuah kombinasi antara kekuatan dan kelembutan.

·         Tata rias           : untuk tata riasnya, mereka menata rambutnya dengan cara digelung. Sebagai hiasan kepala, mereka juga mengenakan hiasan berjumbai dari bulu burung kasuari.


·         Iringan : pola iringan tari serimpi adalah gendhing sabrangan untuk perjalanan keluar dan masuknya penari dibarengi bunyi music tiup dan gendering dengan pukulan irama khusus. Pada bagian tarinya mempergunakan gendhing-gendhing tengahan atau gendhing ageng yang berkelanjutan irama ketuk 4, kemudian masuk ke gendhing ladrang kemudian ayak-ayak beserta srebegannya khusus untuk iringan perang. Berdasarkan sumber bunyinya termasuk jenis iringan eksternal.

·         Busana            : Kostum yang digunakan adalah kostum pengantin puteri Kraton Yogyakarta yakni dengan dodotan dan gelung bokor sebagai motif hiasan kepala. Namun seiring perkembangan jaman telah beralih menggunakan “kain seredan” dan baju tanpa lengan.

·         Tempat dan waktu pertunjukan          : tari ini dipentaskan di tempat tertentu yaitu Keraton, karena berdasarkan fungsinya termasuk tari upacara sebagai ritual kenegaraan. Pertunjukkannya berlangsung selama ¾ jam sampai 1 jam. Sehingga orang yang menontonnya seperti dibawa kea lam lain, alam mimpi.

·         Properti           : Boneka burung belibis dan keris sebagai senjata.


KRITIK TARI SRIMPI RENGGOWATI


Kesesuaian dengan unsur :

Temannya menarik, karena menceritakan tentang pertemuan antara Prabu Anggling Dharmo yang menjadi seekor belibis putih dengan Dewi Renggowati. Gerakkannya yang lentik dan durasi yang lama bisa membuat orang seperti berada di alam lain, yakni alam mimpi. Penarinya masih anak-anak yang belum menstruasi. Busana yang digunakan sederhana dan warnanya tidak terlalu mencolok. Tata riasnya unik dengan rambut digelung dan dihiasi hiasan berjumbai dari bulu burung kasuari. Menggunakan iringan musik gending Tetawa. Properti yang digunakan sederhana hanya tiruan burung belibis.

Kelemahan    :

Durasinya terlalu lama, karena bisa membuat orang yang menontonnya mengantuk. Mungkin tari renggowati bisa dipentaskan tidak hanya dikerajaan pada saat ada hajatan tetapi mungkin dapat dipentaskan ditengah” masyarakat.

Kelebihan :
Memiliki gerakan yang lentik serta mempunyai kesan kelembutan dan ketegasan. Meskipun dengan tampilan yang sederhana tetapi mempunyai kesan yang mewah karena di pentaskan di kerajaan.

1 komentar: